Cerita Dunia Iz bukan is...

Cerita Dunia Iz, hanyalah sebuah blog yang dibuat karena keisengan disaat waktu luang kerja… sebuah blog yang juga dibuat karena dorongan teman kantor yang bernama “Nuah”… teman yang duduknya bersebelahan… tepatnya disebelah kiri… Teman tempat ngobrol, dan juga bertanya seputar kerjaan… kalo temen yang sebelah kanan, diem dan mukanya serius terus, ga tau apakah karena seorang programmer kali yah,, setiap liat ke kanan, yang terlihat adalah tangan menyangga kepala, sambil mata tertuju ke monitor laptop… huh,,, Dari perbincangan dengan Nuah, iseng-iseng menebak, apa yang sedang mereka pikirkan… beneran pusing karena coding atauuuuu???? Hehehe… otak ngaco muncul lagi… Ok deh, yang pasti ini blog dibikin buat ngluapin isi hati… hehe… ya kalo ada manfaatnya monggo diambil… Salam ceritaduniaiz..

Thursday, May 17, 2012

Permaculture : Berpikir  Luas  Di  Lahan  Sempit…

Tiga puluh tahun lalu ketika kuliah di pertanian, saya masih ingat diajari untuk melihat kelemahan mendasar para petani kita yang memiliki rata-rata lahan sangat sempit yaitu kurang dari 0.25 ha. Karena proses bertambahnya jumlah penduduk, pewarisan dan alih fungsi lahan, kepemilikan lahan pertanian pada dekade ini diperkirakan tinggal 0.1 ha per keluarga. Tetapi apakah ini berarti produksi pertanian kita akan semakin  turun, dan kita semakin tergantung pada impor bahan pangan kedepan ?. Saya melihat peluang lain yang sebaliknya.

Bukan masalah luas kepemilikan lahan ini yang menjadi kendala dalam pemenuhan kebutuhan bahan pangan kita, tetapi pola pikir kita-lah yang bisa jadi membatasinya.

Pekan lalu saya diundang untuk datang dan memberi masukan ke salah satu sentra produksi pangan nasional kita oleh beberapa kelompok tani. Kami rapat di bangunan yang disiapkan untuk acara semacam ini di pinggiran sawah yang masih sangat luas. Tidak sulit untuk mengumpulkan 100 hektare sawah dari para kelompok tani ini, sejauh mata memandang yang kita lihat adalah padi.

Jadi kendala kepemilikan lahan yang sempit seperti tersebut diatas tidak terjadi disini. Tetapi mereka ternyata juga memiliki masalah yang sama dengan rata-rata petani Indonesia pada umumnya, tingkat penghasilannya rendah dan otomatis daya belinya juga rendah.

Bahkan jago-jago pertanian pada jamannya – yang di era tahun 80-an para petani yang saya temui tersebut sempat diundang Pak Harto (Presiden RI Waktu itu) ke Istana karena prestasinya, kini kondisinya sami mawon. Setiap hektar lahan mereka menghasilkan padi yang hanya separuh dari waktu mereka (atau bapak mereka) mendapatkan penghargaan. Padahal biaya untuk memproduksi padi per tonnya jelas terus melonjak karena faktor inflasi yang luar biasa selama 30 tahun terakhir.

Apa gerangan yang terjadi ?, hanya sehari saya keliling sawah disana – tetapi masalah itu mulai terbayang dengan jelas. Rumah-rumah mereka,  pagar-pagar pinggir jalan dan bahkan di pohon-pohon pinggir sawah – di penuhi oleh iklan, mirip Jakarta menjelang Pilkada. Bedanya kalau di Jakarta yang membanjiri adalah foto para Cagub dan Wagub-nya, di sana yang membanjiri adalah iklan pupuk, pestisida, insektisida dan sejenisnya. Mereka dijadikan target pasar yang polos dan empuk oleh para konglomerasi industry penunjang pertanian dunia.

Pola pikir yang sengaja ditanamkan ke otak mereka bahwa bertani adalah dengan pupuk, pestisida dan insektisida kimia, yang semuanya dibeli dari pabrik-pabrik raksasa inilah dugaan saya yang melonjakkan biaya produksi mereka dan pada saat yang bersamaan menurunkan fertilitas lahan mereka secara terus menerus dalam jangka panjang.

Maka perubahan pola pikir inilah yang saya tawarkan ke mereka, bahwa bertani dan meningkatkan hasil pertanian tidak harus menggunakan pupuk kimia produksi pabrik. Mengusir hama-pun tidak harus dengan insektisida dan pestisida yang mahal dan merusak. Lantas apa solusinya ?, masih perlu terus dicari dan dicoba bersama – tetapi kalau mereka mau merubah pola pikirnya – saya bilang ke mereka bahwa saya akan dampingi mereka dalam proses pencariannya. Bahkan saya sampaikan juga bahwa saya mau ikut mencobanya di daerah mereka dan menanggung risiko bersama mereka.

Inti dari percobaan ini adalah apa yang disebut permaculture yang berasal dari istilah permanent agricultural atau bahkan bisa juga berasal dari permanent culture ; yaitu merancang bangun ulang agar lahan-lahan pertanian dapat ‘menyuburkan kembali dirinya sendiri’ seperti ecosystem aslinya dahulu – sebelum produk-produk industry mencemarinya. Untuk mengawali teknis detailnya saya ajak para pentolan petani mereka untuk belajar di laboratorium pengembangan kita di Boyolali, dimana pupuk-pupuk organic, insektisida dan pestisida organic sudah mulai kita coba.

Bagi Anda yang bukan petani, garis besar dari konsep rancang bangun permaculture ini terdiri dari 12 pendekatan berikut – yang juga akan berguna untuk solusi masalah-masalah lainnya;

1.     Amati dan Kerjakan : memperhatikan dan memberi solusi yang sesuai untuk daerah/kasus yang terkait.
2.     Tangkap dan Simpan : Sumber daya yang selama ini terbuang dikumpulkan, diolah untuk kebutuhan lain dan disimpan untuk bisa digunakan pada waktunya.
3.     Ukur dan Tingkatkan : Segala upaya yang dilakukan diukur dan ditingkatkan hasilnya.
4.     Atur dan Perbaiki :  disiplin dalam menerapkan aturan sendiri dan mengkoreksinya bila perlu.
5.     Hargai dan Gunakan yang Terbarukan : memanfaatkan yang ada di alam sekitar, bukan mendatangkan dari luar yang harus dibeli mahal.
6.     Olah dan Tidak Nyampah : semua ada manfaatnya, temukan !.
7.     Pelajari Pola Alam dan Ikuti : alam ciptaanNya memiliki pola-pola yang indah untuk menjaga kestabilan dan kelangsungannya, kita tinggal mempelajari dan mengikutinya.
8.     Integrasikan dan jangan Segregasikan : beri peran yang tepat untuk masing-masing komponen, jangan memisah-misahkannya.
9.     Mulai dari yang Kecil dan Jangan memaksakan Untuk Segera Besar: mulai beri perubahan kecil dari solusi sederhana yang benar-benar bekerja. Project kecil yang jalan jauh lebih baik dari project besar yang tidak jalan.
10.  Keanekaragaman Bukan Keseragaman : sebar resiko untuk hasil optimal, jangan tergantung pada satu atau sedikit hal.
11.  Lihat Kelebihan dan Tutup Kekurangan : ambil yang terbaik dan gabungkan masing-masing peran, tutup kekurangan yang satu dengan kelebihan yang lain.
12.  Respon Perubahan dan Tidak Menolaknya : mengamati perubahan dan merespon-nya dengan tepat dan pada waktu yang tepat akan lebih baik ketimbang bersikukuh menolak perubahan jaman.

Ketika saya menguraikan detilnya dan mulai merancang aplikasinya, timbul pertanyaan – apakah solusi ini hanya akan efektif untuk lahan pertanian yang luas seperti milik kelompok tani tersebut  di atas?.

Jawaban saya, oh tidak. Solusi ini insyaallah juga cocok untuk para petani yang berlahan sempit ataupun bahkan penduduk perkotaan yang tidak memiliki lahan.

Ada konsep yang disebut microponics untuk menggambarkan peluang halaman rumah kita menjadi sentra produksi pangan kita sendiri. Tekniknya bisa melalui hydroponics , aeroponics , vertical farming dlsb. Teknis-teknisnya insyaallah akan saya jelaskan pada waktunya, saat percobaan-percobaan kita mulai membawa hasil.

Njilmet dan perlu teknologi tinggi ?, tidak harus. Di jaman ketika teknologi sudah bisa mengantar manusia untuk jalan-jalan di ruang angkasa yang tanpa batas, ketika microprocessor sudah bisa dibuat dalam kapasitas terabytes, masa kita tidak bisa memproduksi pangan untuk kita sendiri dari sumber alam yang melimpah ciptaanNya ?.

Bila luas lahan memang bukan milik kita, luasnya pikiran harus bisa menjadi budaya. Meskipun hidup terhimpit di lahan sempit, tidak berarti pikiran kita harus ikut menyempit karenanya. Kita mulai saja dari yang kita bisa, dan biarlah Allah yang mengajari kita apa yang kita belum bisa…InsyaAllah.

Obat  Galau  To  The  Max :  Ini  Baik,  Ini  Baik,  Ini  Baik…

Berbagai upaya orang untuk mengungkapkan kegalauan dalam segala hal sampai sekarang muncul istilah gaul yang popular ‘Galau To The Max’ – mungkin maksudnya adalah bener-bener galau, atau amat sangat galau (?).  Maka saya ingin berbagi obat yang saya yakini bisa mengobati segala macam kegalauan itu – apapun bentuk kegalauan Anda, ada satu obat untuk semuanya. Untuk memudahkan Anda memahami cara kerja obat ini, cerita berikut barangkali bisa membantu.

Alkisah ada seorang raja di Afrika berteman akrab dengan orang pandai nan bijak. Temannya ini punya kelatahan yang tidak biasa, yaitu melihat kejadian apa saja – yang keluar dari mulutnya selalu ucapan ‘ini baik, ini baik, ini baik !’. Dia sendiri tidak selalu bisa menjelaskan mengapa sesuatu itu dikatakannya ‘ini baik, ini baik, ini baik’ , tetapi hanya keyakinan di hati dialah yang secara reflek spontan selalu memunculkan ucapan tersebut.

Suatu hari sang raja mengajaknya berburu, temannya tersebut seperti biasa selalu melayani sang raja sebaik mungkin. Tetapi entah karena gugub atau lagi nggak konsen hari itu, dia salah menyetel senapan sang raja. Ketika sang raja dengan serius membidik hewan buruannya dan ….dor !, peluru tidak keluar dari laras senapan. Senapan meledak berkeping-keping di tangan sang raja dan beberapa jari sang raja-pun menjadi korban.

Melihat darah mengurur dari tangan sang raja, temannya yang latah tadi langsung berucap ‘ ini baik, ini baik, ini baik !’. Raja berang bukan kepalang kepada temannya ini, pertama karena dia kesakitan kehilangan jari-jarinya, kedua karena menuduh temannya ini punya niat jahat terhadap dirinya. Buktinya dia merasa senang dan mengucapkan  ‘ini baik, ini baik, ini baik !’ ketika melihat tangan raja berlumuran darah.

Setelah di interogasi oleh pengawal sang raja, teman raja tersebut tetap tidak bisa menjelaskan apa maksud ucapan ‘ini baik, ini baik, ini baik !’ ketika melihat tangan raja berlumuran darah, maka dia diberi hukuman maksimal oleh kerajaan. Hanya karena dia teman raja sendiri, dia tidak dihukum mati – tetapi hanya dipenjara seumur hidup.

Tahun berganti tahun, raja tidak lagi bisa percaya pada orang lain untuk menjadi teman dekatnya – karena yang dahulu pernah ada-pun ‘diduga’ punya niat jahat untuk berkhianat. Maka raja selalu sendirian ketika melampiaskan hobinya berburu, pengawal kerajaan hanya mengikutinya dari jauh.

Suatu hari dia terlalu jauh terpisah dari para pengawalnya dan memasuki daerah berbahaya, di mana di daerah tersebut tinggal kaum  kanibalis – pemangsa manusia. Raja tertangkap dan karena dia raja – badannya mulus, gemuk, bersih – menjadi calon santapan ideal bagi kaum kanibalis itu.

Sambil diikat sang raja, kaum tersebut mengumpulkan warganya dan siap-siap untuk membakar sang raja – seperti kita membakar kambing guling !. Setelah warga berkumpul, bara api-pun sudah membara  - mereka mempersiapkan sang raja untuk mulai dibakar.

Dilepaskan seluruh pakaian kebesarannya dan diperhatikannya satu per satu anggota badannya. Panitia yang ditugasi untuk membakar sang raja-pun kaget, ternyata tangkapannya hari itu tidak memiliki jari-jari yang lengkap. Padahal kaum kanibalis tersebut memiliki pantangan, yaitu apapun yang menjadi santapannya – termasuk manusia – harus memiliki anggota badan yang lengkap.

Maka dilepaskannya kembali sang raja ke hutan, dan raja selamat pulang sampai ke kerajaannya. Yang dilakukannya pertama kali ketika sampai kerajaan adalah mengunjungi temannya yang sudah dipenjarakannya bertahun-tahun karena kesalahannya menghilangkan jari-jarinya dan karena dia dianggap berkhianat dengan ucapannya ‘ini baik, ini baik, ini baik ’ ketika raja kehilangan jari-jarinya.

Setelah menceritakan semua yang dialaminya ke teman tersebut, raja-pun minta maaf karena telah memenjarakannya bertahun-tahun. Meskipun bertahun-tahun tersiksa dalam penjara, temannya ini tidak kehilangan latahnya yaitu selalu berucap ‘ini baik, ini baik, ini baik’.

Berkali-kali raja mengucapkan permintaan maafnya, berkali-kali pula temannya manggut-manggut sambil berucap ‘ ini baik, ini baik, ini baik….’. Penasaranlah sang raja dengan ucapan-ucapan tersebut. Bertanya sang raja “kamu banyak berucap ‘ini baik, ini baik, ini baik…’ pasti karena kamu tahu akan aku keluarkan dari penjara kan ?”.

Temannya kali ini bisa menjelaskan ucapan latahnya dengan baik : “Tidak paduka, yang aku ucapkan ‘ini baik, ini baik, ini baik’ bukan karena aku akan engkau keluarkan dari penjara ini, tetapi justru aku ucapkan ‘ini baik, ini baik, ini baik’ karena telah begitu lama aku engkau penjarakan di sini !”.

Semakin penasaran sang raja dengan pandangan yang aneh dari temannya ini, dia bertanya lagi “bagaimana kamu bisa memandang baik pada kondisimu di dalam penjara bertahun-tahun ?”.

Temannya berusaha menjelaskan “Begini paduka, bila aku dahulu tidak berbuat kesalahan, jari-jari paduka akan tetap utuh, akupun tetap menjadi teman berburu paduka. Maka ketika kaum kanibal tersebut menemukan kita berdua – dan semua anggota tubuh kita lengkap – kita berdua pasti menjadi santapan mereka semua ! ”.

Raja merasa baru belajar arti kata ‘ini baik, ini baik, ini baik’ dari temannya yang bijak tersebut. Raja-pun ikut-ikutan latah, yang keluar dari mulutnya adalah ‘ini baik, ini baik, ini baik’. Dia menjadi raja yang sangat baik yang bisa melihat seluruh permasalahan yang ada di negerinya dengan kebaikan yang bisa diambil atau dibangun dari setiap permasalahan yang ada.

Bayangkan kalau penyakit ‘ini baik, ini baik, ini baik…’ tersebut menular pada diri Anda, Anda tidak akan pernah galau – apalagi galai to the max !. Ada sisi baik dari apapun permasalahan yang Anda punya, barangkali Anda belum tahu saja sisi kebaikan tersebut saat ini.

Dalam Islam, sikap untuk selalu ber prasangka baik pada Allah (BiyadiKa Al-Khair…, ditanganMu-lah segala kebaikan) akan mendatangkan rezeki yang tanpa perhitungan (QS 3 : 26-27).

Jadi apapun yang menjadi sebab kegalauan Anda - kegalauan to the max sekalipun, obatnya hanya satu yaitu beriman kepada Allah dan terus berprasangka baik padaNya. Ini baik, ini baik, ini baik….InsyaAllah !.